Sengketa Ekonomi Syari’ah dan Kesiapan Peradilan Agama

Main Article Content

Abdul Halim Muhamad Sholeh

Abstract

Abstract


The rapid growth of Shariah economic assets in Indonesia raises a logical consequence for increasing economic disputes Shari'ah. Shari'ah economic dispute resolution through the courts is the absolute authority of the Religious Court. This is confirmed by the Law No. Court Decision No. 3/2006 and 93 / PUU-X / 2012. To be able to perform well in order to resolve economic disputes Shari'ah potentially increase in the Religious, the readiness of the Institute of Justice Religion is the absolute thing that must be strengthened. Based on the results of the study in this article, the Institute for Religious Courts--although not yet maximum— it has been sufficiently prepared to handle economic disputes Shari'ah. Readiness includes the readiness of facilities aspects, human resources aspects, and the rules / laws aspects. However, it still needs to be improved readiness by completing the religious courts as a means of additional board space curator for the settlement of disputes bankrupt; increase the number of judges who are certified in the handling of economic disputes Shari'ah, and as soon as possible to legalize a draft compilation of economic events shari'a law in order to serve as guidelines in case areas of economic news events Shari'ah.


 


Abstraksi


Pesatnya pertumbuhan aset ekonomi syari’ah di Indonesia menimbulkan konsekuensi logis bagi meningkatnya sengketa ekonomi syari’ah. Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah melalui jalur pengadilan merupakan wewenang absolut Pengadilan Agama. Hal ini dikukuhkan dengan UU No. 3/2006 dan Putusan MK No. 93/PUU-X/2012. Agar dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam rangka menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah yang berpotensi meningkat di Pengadilan Agama, maka kesiapan Lembaga Peradilan Agama merupakan hal mutlak yang harus diperkuat. Berdasarkan hasil kajian dalam artikel ini, Lembaga Peradilan Agama –meskipun belum maksimal– telah cukup siap untuk menangani sengketa ekonomi syari’ah. Kesiapan itu meliputi kesiapan dari aspek fasilitas, aspek sumber daya manusia, dan aspek peraturan/hukum. Meski demikian, kesiapan itu masih perlu ditingkatkan dengan melengkapi sarana dalam pengadilan agama seperti penambahan ruang dewan kurator untuk penyelesaian sengketa pailit; menambah jumlah hakim yang bersertifikat dalam penanganan sengketa ekonomi syari’ah, serta sesegera mungkin melegalkan draf kompilasi hukum acara ekonomi syari’ah agar dapat menjadi pedoman dalam berita acara bidang perkara ekonomi syari’ah.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
Halim Muhamad Sholeh, Abdul. “Sengketa Ekonomi Syari’ah Dan Kesiapan Peradilan Agama”. Jurnal Bimas Islam 8, no. 1 (March 30, 2015): 67–86. Accessed November 21, 2024. https://jurnalbimasislam.kemenag.go.id/jbi/article/view/169.
Section
Articles

References

Majalah Peradilan Agama, Edisi 3 Des 2013 – Feb 2014, Jakarta
Mujahidin, Ahmad, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Sofian Parerungan, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” dalam Majalah Hukum Varia Peradilan, (Tahun XXIX No. 340 Maret 2014).
Soekanto, Soerjono, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Bandung: Alumni, 1986.
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007, cet.ke V.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
http://adisuhendra.blog.com/2011/09/01/pengertian-ekonomi-syariah-dan-perbankan-syariah.
http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/07/penyelesaian-sengketa-perbankan-syariah.html.